GEJOLAK
PEMBANGUNAN CHARACTER BUILDING
Selamat Pagi sobat, sambil bergadang
Ria, mari kita bincang-bicang tentang Gejolak pembangunan Character
building. yang mana beberapa bulan yang lalu hal tsb lagi boomingnya di
gadang-gadangkan oleh mentri pendidikan.
Mari beralih menuju persoalan
membangun karakter (character building). Berbicara membangun karakter, saya
teringat dengan apa yang pernah diucapkan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad
Nuh pada suatu kesempatan. Saat itu, ia mengatakan bahwa membangun karakter
(character building) bukan hanya tugas dunia pendidikan, melainkan kewajiban
dari bangsa secara keseluruhan. Hanya saja, karakter pribadi seseorang sebagian
besar memang dibentuk oleh pendidikannya. Karena itu, untuk membentuk pribadi
yang terpuji, tanpa cela dan bertanggung jawab, mutlak dibutuhkan pendidikan
yang berkualitas, yakni pendidikan karakter.
Tak kurang, para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter ini. Theodore Roosevelt, mantan presiden USA, mengatakan : “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya bagi masyarakat).
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal manusia adalah “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Sementara menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja;
2. Ketidakjujuran yang membudaya;
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figure pemimpin;
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian;
5. Penggunaan bahasa yang memburuk;
6. Penurunan etos kerja;
7. Menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara;
8. Meningginya perilaku merusak diri; dan
9. Semakin kaburnya pedoman moral.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun karakter adalah perhatikan ilustrasi dari salah satu kata bijak terkenal berikut :
“Bila Anda kesulitan menemukan bentuk gajah dalam sebuah bongkah besar marmer, temukanlah bentuk-bentuk yang bukan gajah dan kemudian sebuah bentuk gajah akan mulai terlihat dengan lebih jelas”.
Artinya, bila kita menemukan banyak kesulitan dalam membangun kualitas-kualitas bintang pada diri kita, tundalah sebentar upaya itu. Sebagai gantinya, temukanlah keburukan-keburukan yang telah menjadi tuan rumah dalam perilaku kita, dan segera hilangkanlah. Bila kita berhasil meminimalkan kekurangan-kekurangan, hakikatnya kita telah berhasil memaksimalkan kebaikan-kebaikan kita.
Tak kurang, para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter ini. Theodore Roosevelt, mantan presiden USA, mengatakan : “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya bagi masyarakat).
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal manusia adalah “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Sementara menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja;
2. Ketidakjujuran yang membudaya;
3. Semakin rendahnya rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figure pemimpin;
4. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian;
5. Penggunaan bahasa yang memburuk;
6. Penurunan etos kerja;
7. Menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara;
8. Meningginya perilaku merusak diri; dan
9. Semakin kaburnya pedoman moral.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun karakter adalah perhatikan ilustrasi dari salah satu kata bijak terkenal berikut :
“Bila Anda kesulitan menemukan bentuk gajah dalam sebuah bongkah besar marmer, temukanlah bentuk-bentuk yang bukan gajah dan kemudian sebuah bentuk gajah akan mulai terlihat dengan lebih jelas”.
Artinya, bila kita menemukan banyak kesulitan dalam membangun kualitas-kualitas bintang pada diri kita, tundalah sebentar upaya itu. Sebagai gantinya, temukanlah keburukan-keburukan yang telah menjadi tuan rumah dalam perilaku kita, dan segera hilangkanlah. Bila kita berhasil meminimalkan kekurangan-kekurangan, hakikatnya kita telah berhasil memaksimalkan kebaikan-kebaikan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar